Senin, 03 Agustus 2009

cara ternak itik

Ternak itik merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai penghasil telur dan daging. Sumbangan ternak itik terhadap produksi telur nasional cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Disamping ukuran telurnya yang lebih besar dari telur ayam kampung, ternak itik mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tani pedesaan. Hingga kini usaha ternak itik masih didominasi oleh peternakan skala kecil, bersifat tradisional ekstensif, tingkat keterampilan peternak yang rendah, modal kecil serta adopsi teknologi rendah, mengakibatkan masih rendahnya produktivitas ternak itik.

Cara beternak itik yang pada umumnya ekstensif tampaknya mempunyai arti besar dalam perekenomian peternak. Terlihat adanya pemeliharan ternak itik yang bersifat turun temurun. Pengembalaan itik sistim berpindah dari suatu lokasi ke lokasi lain, tampaknya tidak dapat lagi dipertahankan. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengarahkan peternak untuk mengelola ternak itik secara semi intensif dan intensif (itik lahan kering).
Peternakan Itik di Indonesia

Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan.

Untuk tujuan tersebut diperlukan perbaikan pola pemeliharaan ternak itik dari pola ekstensif tradisonal menjadi pola semi intensif dengan sistem terkurung. Namun pengelolaan tradisional tidak dapat lagi dipertahankan karena terkendala banyak faktor diantaranya makin menyusutnya lahan persawahan sebagai lahan pengembalaan itik selepas panen padi sawah dan alih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan dan perdagangan, makin sulitnya mendapatkan tenaga pengembala ternak itk karena semakin terbukanya lapangan kerja di sektor lain.

Perubahan pemeliharaan ternak itik dari pola ekstensif akan bepengaruh terhadap performans itik disemua jenjang umur (Hardjosworo, 1989). Pengaruh positif, ternak itik akan lebih sehat dan lebih efisien dalam mengkonversikan pakan menjadi pangan, sedangkan efek negatif, terjadi pertumbuhan yang terlalu cepat, cepat menajadi gemuk karena berkurangnya aktivitas serta dibutuhkan pakan yang lebih banyak dan tentu akan menimbulkan pemborosan bila tidak diikuti dengan produksi yang tinggi.

Di Indonesia, pengelolaan ternak itik terutama ditujukan untuk menghasilkan telur, berbeda dengan di luar negeri yang lebih berorientasi menghasilkan daging (Samosir, 1977). Menurut Hardjosworo (1989), pemeliharan ternak itik secara tradisional telah lama dilakukan masyarakat pedesaan, yakni dengan memelihara itik-itik lokal dari jumlah puluhan sampai ribuan ekor, digembalakan secara berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain di sawah lepas panen.

Pengelolaan ternak yang diintegrasikan dengan kolam ikan telah dimulai peternak, namun masih perlu dilakukan kajian secara menyeluruh terhadap seluruh aspek, baik aspek biologis, fisiologis dan ekonomis. Penelitian yang dilakukan Suwindra (1998) yang membandingkan pemeliharan itik tanpa kolam dan dengan kolam, dengan tingkat protein ransum sekitar 16 sampai 20 persen, memperlihatkan hasil bahwa pemeliharaan dengan kolam dengan protein ransum 20 persen menunjukkan hasil positif, yakni meningkatnya produksi telur dan berat telur.

Di Pulau Jawa, ternak itik banyak dipelihara di pantai Utara Jawa seperti daerah Karawang, Cirebon, Tegal dan Mojosari yang terkenal sebagai penghasil telur itik, sedangkan di Pulau Bali dan daerah Alabio di Kalimantan Selatan, selain terkenal sebagai penghasil telur itik juga menghasilkan daging (Samosir, 1977). Jenis ternak yang banyak dipelihara oleh peternak di Indonesia adalah itik Tegal, itik Bali, itik Mojosari dan itik Alabio.
Usahatani Terpadu Berbasis Itik

Usahatani terpadu dapat diartikan sebagai suatu sistem usahatani yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan terintegrasi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Usahatani terpadu terdiri dari cabang-cabang usahatani padi, palawija, ternak dan ikan yang dilakukan secara terpadu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Kenyataan menunjukkaan bahwa apada umumnya usahatani tanaman pangan merupakan komponen utama usahatani di pedesaan, sedangkan ternak dan ikan merupakan komponen pelengkap untuk menunjang keberlangsungan usahatani. Ternak diharapkan sumbangannya sebagai penyedia pupuk organik, tenaga kerja pengolah lahan, penambah pendapatan dan sebagai tabungan hidup, disamping penyedia sumber pangan.

Suplai tenaga kerja yang akan berkiprah dalam usahatani terpadu di pedesaan, tampaknya bukan masalah utama, karena hampir sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah, istri dan anak (Mubyarto, 1973), dapat diharapkan curahan tenaganya dalam pengelolaan usahatani.

Permasalahan yang sering terjadi dalam usahatani di Indonesia, pada umumnya pelaku usahatani adalah petani kecil dengan kriteria sebagai berikut: (1) Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, (2) Mempunyai sumber daya terbatas dan tingkat hidup yang rendah, (3) Produksi usahatani yang bercorak sub sisten serta (4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya (Soekartawi dkk., 1986). Petani tersebut memiliki lahan sempit, pendapatan yang rendah, modal usahatani kecil serta tingkat pengetahuan yang sangat terbatas.

Strategi Pengembangan Peternakan Itik

Analisis yang akan digunakan untuk menetapkan strategi pengembangan peternakan itik dilakukan dengan model SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats) menurut Rangkuti (2000). Berdasarkan konsep analisis tersebut, dapat diidentifikasi kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman terhadap pengembangan peternakan itik sebagai berikut :
A. Aspek Kekuatan

Beberapa hal di bawah ini merupakan aspek kekuatan atau keunggulan dalam memelihara itik oleh petani pedesaan, yakni sebagai berikut :

1. Potensi produksi ternak itik yang mampu bertelur 200-240 butir telur per ekor per tahun. Dengan asumsi harga jual Rp. 800 per butir, telur itik sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan merupakan usaha baru yang prospektif, disamping sebagai sumber protein hewani keluarga petani.

2. Telur itik cukup disukai oleh konsumen, baik untuk dimakan sehari-hari maupun sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan lainnya seperti kue. Kandungan protein telur itik cukup tinggi, yakni sekitar 13,3%.

3. Itik merupakan ternak penghasil daging yang cukup gurih dan banyak diminati oleh masyarakat. Kandungan protein daging itik sebesar 21,4%, lebih tinggi dari kandungan protein daging ayam, sapi dan domba.

4. Potensi sumber daya alam pedesaan cukup kondusif bagi pengembangan ternak itik. Status fisiologis itik sebagai unggas air, memungkinkan itik dapat dipelihara mulai dari daerah rawa sampai pasang surut. Bagi daerah kering, ternak dapat pula dipelihara dengan sistem pemeliharaan ‘itik kering’.

5. Ternak itik merupakan unggas lokal yang telah lama dipelihara masyarakat pedesaan dan telah beradaptasi dengan kondisi iklim pedesaan dan masyarakat desa.

6. Walaupun secara fisiologis itik merupakan unggas air tidak menutup kemungkinan itik dipelihara secara intensif pada lahan terkurung tanpa ada pengaruh buruk terhadap produksi.

7. Tahan terhadap serangan penyakit.

8. Dapat dipelihara sederhana dengan pakan seadanya. Itik sanggup mencari sendiri pakan yang dibutuhkannya berupa butiran gabah yang tercecer selepas panen, ikan-ikan kecil, siput, cacing dan sisa dapur. Ketersediaan sumber pakan itik yang beragam di pedesaan diperkirakan dapat mendukung pengembangan ternak itik sebagai komponen usahatani terpadu.

9. Sebagai komponen usahatani terpadu di pedesaan, ternak itik sangat potensial dikembangkan dan diintegrasikan dengan usaha tanaman pangan dan kolam ikan.

10. SDM penyuluh yang cukup tersedia di daerah pedesaan.

B. Aspek Kelemahan

1. Pemeliharaan ternak itik secara tradisional memerlukan lahan yang luas untuk pengembalaan. Alternatifnya adalah dengan memelihara itik secara semi atau intensif. Selain terbatasnya lahan, ternak itik seringkali mengganggu tanaman pangan, terbatasnya tenaga kerja untuk pengembala itik serta penggunaan pestisida yang sudah umum ditingkat petani, beresiko bagi itik.

2. Ternak itik dapat mengganggu tanaman pangan utamanya pada saat pembenihan dan masa-masa awal pertumbuhan tanaman.

3. Adanya sikap apriori yang berlebihan petani terhadap ternak itik, diperkirakan merupakan faktor penghambat introduksi dan pengembangan ternak itik.

4. Pemeliharaan itik secara terkurung sudah tentu akan membutuhkan biaya/modal besar dan perhatian petani, utamanya dalam penyediaan ransum yang cukup kuantitas dan kualitasnya, penyediaan kandang dan kepastian sumber bibit itik yang baik.

5. Pola pemeliharaan ekstensif tradisional membuat rendahnya perhatian peternak terhadap ternak itik dan rendahnya motivasi berusaha sehingga laju perkembangan usaha peternakan itik cendrung lambat.

C. Aspek Peluang

1. Permintaan pasar terhadap produk itik (telur dan daging) secara nasional masih besar. Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan tersebut, pemeliharaan itik secara semi maupun intensif layak dikembangkan.

2. Preferensi konsumen yang cukup tinggi pada produk peternakan itik.

3. Kebutuhan masyarakat akan bahan pangan kaya protein hewani, sebagai akibat membaiknya pendapatan dan pengetahuan gizi.

4. Potensi sumber daya keluarga petani masih dapat ditingkatkan sumbanganya dalam pengelolaan usahatani.

5. Potensi sumber daya kelembagaan yang ada di pedesaan berupa kelompok tani, kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan keuangan dalam bentuk Usaha Simpan Pinjam.

6. Pesatnya kemajuan teknologi peternakan dan bioteknologi.

D. Aspek Ancaman

Beberapa faktor berikut ini diperkirakan sebagai ancaman bagi introduksi dan pengembangan ternak itik sebagai komponen usahatani yakni:

1. Ancaman terjadinya polusi udara dan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah peternak itik, jika tidak dikelola dengan baik.

2 Kematian ternak itik yang tinggi karena serangan penyakit, jika aspek pengelolaan dan kesehatan itik kurang diperhatikan.

3 Masalah Psikososial petani desa, yakni adanya sikap apriori berlebihan terhadap ternak itik.

4 Belum efektifnya penyuluhan beternak itik oleh penyuluh lapang.

5 Adanya keterbatasan sumber pakan jika itik dikelola secara intensif dan membutuhkan biaya ransum cukup besar.

6 Kesulitan dalam mendapatkan sumber bibit itik yang baik.

7 Aspek teknis peternakan yang belum sepenuhnya dikuasai petani. Petani belum mengetahui cara beternak itik yang baik serta teknik budidaya yang belum memenuhi syarat teknis peternakan (pengetahuan dan pemilihan bibit, aspek kualitas dan kuantitas pakan, masalah kesehatan, tatalaksana serta usaha yang berorientasi pasar (market oriented).

8 Dalam hal pemasaran, peternak memiliki posisi tawar yang rendah, sehingga hanya sedikit keuntungan yang dapat diraih peternak.
Strategi Pengembangan

Berdasarkan analisis SWOT tersebut, dapat diidentifikasi 4 (empat) strategi pengembangan peternakan itik. Penerapan model ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi bakal lokasi usaha peternakan itik tersebut. Strategi itu adalah :

1. Strategi agresif, yakni strategi yang dilaksanakan pada saat mana peluang dan kekuatan yang tinggi, seluruh potensi diarahkan untuk mengembangkan peternakan itik. Pada keadaan ini pengambil keputusan dapat secara aktif menetapkan keputusannya untuk mengembangkan peternakan itik, karena iklim usahanya sangat kondusif.

2. Strategi Diversifikasi. Pada kondisi ini kekuatan yang tinggi dihadapkan dengan ancaman yang tinggi pula. Artinya pengembangan peternakan itik pada kondisi ini dihadapkan pada dua hal yang kontradiktif. Solusinya, perlu dicari beberapa alternatif pengembangan.

3. Strategi Berbalik. Strategi ini diambil pada kondisi peluang tinggi dan kelemahan yang tinggi pula. Artinya pengembangan peternakan itik pada kondisi ini memerlukan paling sedikit dua kebijakan yang bertolak belakang.

4. Strategi Defensif. Pada saat mana kelemahan yang tinggi diimbangi oleh ancaman yang tiggi, pula diperlukan strategi defensif.

1 komentar:

  1. Halra juga ingin ikut beternak itik, kalo bisa dalam skala besar, makasih infonya

    BalasHapus